Di Jakarta terdapat pusat rezim dan juga partai-partai agama dan konco-konco bin sahabat mereka, seperti NU, Muhamdiyah, PKB, PDIP, PD etc yang mendukung diberlakukannya hukum syariah di Aceh. Masalahnya ialah mengapa para pendukung hukum syariah tidak diber lakukang di Jakarta dan di wilayah yang mereka mayoritas? Bukankah dikatakan bahwa NKRI negara demokrasi, dalam demokrasi semua warga negara berdiri sama tinggi dan duduk sama rendah dalam hukum.
Kisah Algojo Cambuk di Aceh, Tubuh Bergetar Saat Jadi Eksekutor hingga Identitas yang Dirahasiakan
KONTRIBUTOR KOMPAS TV ACEH, RAJA UMAR
Kompas.com - 05/07/2019, 07:15 WIB
Terpidana Cambuk mengangkat tangannya meminta agar algojo menghentikan cambukannya karena merasa kesakitan. TIm Medis menyatakan terpidana mengalami psikis shock, sehingga Jaksa harus menghentikan ekskusi cambuk ditengah jalan. Terpidana divonis 26 kali cambukan karena melanggar qanun jinayah pasal 25 ayat 1 tentang ikhtilat.(Daspriani Y Zamzami)
BANDA ACEH, KOMPAS.com - Algojo yang menjalankan eksekusi hukuman cambuk terhadap pelanggar qanun syariat Islam di Aceh, merupakan orang yang dipilih dan sangat dirahasiakan.
Seseorang yang dipilih dan ditunjuk untuk menjadi algojo adalah orang yang dinilai taat ibadah, disiplin, dapat mengontrol emosi, serta miliki mental untuk menghukum terpidana di atas panggung secara terbuka dan disaksikan oleh banyak orang.
Itu mengapa tidak semua orang bisa menjadi seorang algojo hukuman cambuk di Aceh.
Salah satu algojo cambuk berinisial D bercerita, merasakan beban yang sangat berat ketika pertama kali ditunjuk menjadi algojo.
Namun, karena perintah, ia tidak dapat menolak dan terpaksa harus memberanikan diri. "Saat pertama kali dipilih untuk menjadi algojo sangat terbeban saya, tapi karena itu memang untuk menjalankan hukum harus saya terima," katanya kepada Kompas.com, beberapa waktu yang lalu.
D mengatakan, dia ditunjuk sebagai algojo pada 2008. Sebelum naik ke panggung untuk mengeksekusi pelanggar, D mendapat pelatihan singkat tentang tata cara mengeksekusi cambuk dari instruktur senior.
Tubuh gemetar
D ingat betul saat pertama kali mengeksekusi pelanggar. Tubuhnya bergetar dan pikirannya menjadi kacau. "Saat pertama eksekusi sangat gemetar, saya takut salah dan pikiran sangat kacau. Karena cambuk ada aturannya, tidak boleh melewati bahu, kemudian cara berdiri dan ayunan tangan juga harus sejajar bahu.
Kalau sempat salah langsung mendapat protes baik dari jaksa maupun penonton," ujarnya. Setelah berhasil menjalankan eksekusi cambuk untuk pertama kali, D kemudian sudah terbiasa saat ditunjuk untuk menjalankan eksekusi cambuk terhadap pelanggar lainnya, Hingga dia menjadi salah satu pembina untuk melatih algojo cambuk generasi selanjutnya.
D mengatakan, hanya beberapa orang saja yang tahu ketika dia menjadi algoj. Bahkan dia yakin tidak seluruhnya anggota Satpol PP Wilyatul Hisbah (WH) yang sekantor dengannya tahu bahwa dia merupakan seorang algojo
Identitas algojo dirahasiakan. Sesaat menjelang eksekusi, algojo dibawa ke sebuah ruang rahasia untuk mengenakan pakaian algojo yang semua tertutup. Tak semua orang bisa jadi algojo D mengatakan, tak seluruhnya anggota Satpol PP WH memiliki mental menjadi algojo.
Banyak petugas menolak ketika ditunjuk karena tidak siap mental. Hal itu membuat sampai saat ini, masih ada beberapa kabupaten dan kota di Aceh yang mendatangkan algojo dari Satpol PP WH Provinsi Aceh saat melaksanakan uqubat cambuk.
"Belum tentu yang badannya kekar punya mental untuk memukul pelanggar. Kemudian untuk menjadi algojo juga tidak boleh dipaksa, ada yang mau jadi algojo hanya satu kali, kemudian selanjutnya dia tidak mau lagi.
Bahkan di beberapa daerah kabupaten, algojo harus didatangkan dari provinsi," ujarnya. Identitas dirahasiakan Kepala Sapol PP-WH Kota Banda Aceh, melalui Kasi Penyelidikan dan Penyidikan Aceh, Zakwan mengatakan, identitas algojo cambuk sangat dirahasiakan.
Bahkan, hanya sedikit rekan kerja yang tahu bahwa teman sekantor mereka adalah algojo. "Algojo itu dirahasiakan, hanya beberapa orang tertentu di Satpol PP-WH saja yang mengetaui identitasnya.
Algojo itu orang pilihan," kata Zakwan. Menurut Zakwan, setelah seseorang pelanggar qanun syariat Islam diputuskan oleh pengadilan mahkamah syariah dan perkaranya inkrah, wewenang dan eksekutor terhadap terdakwa adalah jaksa, Namun, algojonya diminta dari Satpol PP WH.
Memilih algojo Zakwan mengatakan, penunjukan algojo setelah pelanggar diputuskan bersalah oleh pengadilan mahkamah syariah.
Jaksa kemudian berkoordinasi dengan pemerintah setempat dalam hal ini WH untuk menentukan jadwal dan lokasi tempat eksekusi dilaksanakan.
Setelah jadwal dan lokasi cambuk ditentukan, kemudian dipilih algojo dari Satpol PP WH dengan kebutuhan atau jumlah banyaknya cambukan dan pelanggar yang akan dieksekusi.
Setelah algojo dipilih, mereka akan diberikan pelatihan selama beberapa hari agar saat mencambuk pelanggar sesuai dengan ketentuan hukum acara.
Satu algojo mengeksekusi dua hingga tiga pelanggar jika jumlah cambukannya tidak banyak. Namun, jika jumlah cambukan mencapai 100 kali untuk satu pelanggar, maka algojo yang ditunjuk bisa mencapai tiga orang.
Zakwan mengatakan, hingga saat ini algojo yang dipilih setiap melaksanakan eksekusi cambuk terhadap pelanggar syariat Islam adalah laki-laki. Mereka mengeksekusi meski pelanggar adalah seorang perempuan. "Sampai saat ini memang algojo itu hanya dari laki-laki, walau pelanggar perempuan. Namun, tata cara berbeda, kalau perempuan dicambuk dalam posisi duduk, yang laki-laki berdiri," ujarnya.
Penulis : Kontributor Kompas TV Aceh, Raja Umar
Editor : David Oliver Purba
Posted by: Marco 45665 <comoprima45@gmail.com>
Reply via web post | • | Reply to sender | • | Reply to group | • | Start a New Topic | • | Messages in this topic (1) |
Tidak ada komentar:
Posting Komentar