Sabtu, 16 Maret 2013

DPP PKS mendapat dana Bansos: Gubernur Sumatra Barat Diduga Langgar UU

Menurut saya, janganlah menyalahkan atau menuduh korupsi pada PKS (Partai Keadilan Sejahtera). Karena sebagai Gubernur yang diusung oleh PKS, Irwan Prayitno merasa terpanggil memberikan dana untuk pembiayaan dakwah kepada PKS memakai dana negara yakni dana Bansos (Bantuan Sosial).

Dan hal ini bukanlah korupsi, karena kalau korupsi itu adalah tindakan untuk memperkaya diri sendiri, sedangkan dalam kasus di Sumatra Barat ini, uang negara yang berupa dana Bansos digunakan untuk kepentingan dakwah. Ini adalah hal yang sangat baik. Agar masyarakat Indonesia makin beriman & bertaqwa. Jadi uang negara dalam hal ini sudah tepat peruntukannya yakni untuk kepentingan agama. Apalagi sudah teruji bahwa kader PKS tentunya tidak akan mengkorupsi dana untuk kepentingan dakwah dan bisa dipertanggungjawabkan.

Sudah teruji jika disuatu daerah semakin banyak kader & simpatisan PKS, dijamin daerah itu akan makin maju, karena masyarakatnya makin religius. Dan di Indonesia jika makin banyak kader & simpatisan PKS dan jika PKS bisa memenangkan pemilu serta memegang mayoritas DPR/DPRD serta pemerintahan, dijamin Indonesia akan maju, karena landasan agama di masyarakat akan makin kuat.

Jika dianalisa berdasarkan hukum buatan manusia, seperti peraturan menteri, UU dll, hal ini masih jadi perdebatan, tentang boleh tidaknya adanya dana untuk kepentingan dakwah. Tapi jika dikembalikan kepada hukum Allah, maka hal itu tentu tidak akan jadi perdebatan. Mereka yang mengkritik dan menjelek2kan pihak & kegiatan dakwah itulah sebenarnya yang patut dipertanyakan

Salam - E. Wahono
-------------------------------------------------------------------
"Ananto" <pratikno.ananto@gmail.com> wrote:
Pada pasal 24 ayat (3) Permendagri No 32 tahun 2011 dinyatakan, penerima Bansos harus berdomisil dalam wilayah administratis pemerintah daerah tersebut. Sementara, pihak pemohon dana bansos Safari Dakwah Wilda Sumatera tercatat berlamatkan di DPP PKS Jalan TV Simatupang No 28 Pasar Minggu Jakarta Selatan.

Salam - Ananto

http://www.tempo.co/read/news/2013/03/12/078466653/Gubernur-Sumatera-Barat-Diduga-Langgar-UU
Gubernur Sumatra Barat Diduga Langgar UU

TEMPO.CO, Padang -Ada dugaan pelanggaran dalam alokasi anggaran Bansos untuk Safari Dakwah III Wilda Sumatera DPP PKS di APBD 2013 Sumaera Barat. Yakni diduga melanggar asas pengelolaan keuangan daerah, yang diatur dalam undang-undang, peraturahan pemerintah dan peraturan mendagri.

Anggota Koalisi Selamatkan Uang Rakyat Sumatera Barat Roni Saputra mengatakan bentuk pelanggarannya yaitu, Pasal 4 UU No 17 tahun 2003 tentang keuangan negara, pasal 4 peraturan pemerintah no 58 tahun 2005 tentang pengelolaan keuangan daerah, harus memenuhi prinsip keadilan, kepatuhan dan bermanfaat untuk masyarkat. 

"Sementara, anggaran Safari Dakwah hanya bermanfaat untuk partai terntentu yang kadernya menjadi Gubernur Sumatera Barat," ujarnya, Selasa 12 Maret 2013. Usulan dana Bansos Safari Dakwah itu tidak dibahas dalam pembahasan APBD 2013.

Lalu, berdasarkan Permendagri No 32 tahun 2011 yang diubah dengan Permendagri No 39 tahun 2012, peruntukan Bansos bukan untuk partai politik. "Ini jelas melanggar Permendagri. Safari Dakwah merupakan kegiatan dari partai politik," ujar pengamat hukum pidana ini.

Menurut Roni, penganggaran dana bansos untuk kegiatan Safari Dakwah tidak memenuhi syarat dan tujuan untuk melindungi dari kemungkinan terjadinya resiko sosial, yang tercantum dalam Pasal 1 angka 15 Permendagri No 32 tahun 2011.

Adanya konflik kepentingan dan ketidakadilan dalam pemberian rekomendasi dana Bansos Safari Dakwah. "Gubernur Sumatera Barat diusung PKS pada Pilkada 2010. Jadi ada dugaan kepentingan dalam rekomendasi itu," ujarnya.

Menurut Dosen Fakultas Hukum UNAND Feri Amsari, ada dugaan gubernur dimanfaatkan partai politik. "Memperdagangkan pengaruhnya," ujar peneliti Pusat Study Konstitusi (PUSaKO) UNAND ini.

Pada pasal 24 ayat (3) Permendagri No 32 tahun 2011 dinyatakan, penerima Bansos harus berdomisil dalam wilayah administratis pemerintah daerah tersebut. Sementara, pihak pemohon dana bansos Safari Dakwah Wilda Sumatera tercatat berlamatkan di DPP PKS Jalan TV Simatupang No 28 Pasar Minggu Jakarta Selatan. 


Gubernur Sumatera Barat Irwan Prayitno mengaku tidak mengetahui adanya proposal Safari Dakwah III Wilda Sumatera DPP PKS itu. "Benar, saya tidak mengetahuinya. Saya berani disumpah pocong," ujarnya Selasa 12 Maret 2013 malam saat dihubungi Tempo.


Kata Irwan, proposal itu masuknya melalui pos. Ia mengetahui adanya alokasi untuk Safari Dakwah itu, saat pembahasan buku ketiga Pergub nomor 2 tahun 2013 tentang penjabaran APBD 2013. "Makanya, saya terkejut. Dan melaporkan Kepala Biro Binsos ke inspekorat" ujarnya.


Terkait pengakuan Gubernur Sumatera Barat Irwan Prayitno yang tidak mengetahui dana itu, menurut Feri itu sangat keliru. Pada pasal 27 ayat (2) Permendafri No 32 tahun 2011 dinyatakan, kepala daerah bertanggungjawab sejak awal untuk menunjuk SKPD terkait dengan usulan dana Bansos dari pemohon.


Sementara, pada pasal 5 ayat (1) PP No 58 tahun 2005 juga diatur, kepala daerah selaku kepala pemerintah daerah adalah pemegang kekuasaan pengelolaan keuangan daerah dan mewakili pemerintah daerah dalam kepemilikan kekayaan daerah yang dipisahkan. "Jadi, Gubernur Sumatera Barat tidak bisa lepas tangan seolah-olah tidak ingin bertanggugjawab dengan indikasi pelanggaran dana bansos Safari Dakwah itu," ujar Feri.

Peneliti Indonesian Corruption Watch (ICW) Febri Diansyah mengatakan, di Indonesia sejak 2007-2012 ada sekitar Rp411 triliun anggaran bandos di APBN dan APBD. "Itu rentan penyimpangan," ujarnya Selasa 12 Maret 2013 di Padang.

Kata Febri, suda ada 120 kasus korupsi anggaran bansos tersebut. Sebanyak 20 kasus diantaranya, sudah ditangan KPK. Modusnya, rekayasa proposal dengan alamat dan organisasi fiktif. Yang biasanya berafiliasi dengan partai politik.

"Safari Dakwah, kasus pertama di Indonesia yang terang-terangan melibatkan partai politik di anggaran Bansos," ujarnya.

Menurutnya, kasus korupsi dana bansos lebih buruk dari kasus korupsi pengadaan barang dan jaksa. Sebab, ini berkaitan dengan resiko sosial. Pelaku bisa dijerat sesuai dengan UU No 31 tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana koropsi.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar