MORAL vs MODAL
Seorang birokrat yang juga teknokrat dan punya hubungan dekat dengan keluarga Cendana pernah bilang, bila uang keluarga itu kompak bersatu (anak-anak Suharto), maka mereka bisa membeli Indonesia. Itu setahun memasuki pilpres 2014, dan juga disampaikan kepada mbak Titiek sebagai petinggi Golkar kala itu. Namun keluarga Cendana belum kompak, mbak Titiek pun mengakui dan akhirnya sang ex suami, Prabowo pun gagal Presiden 2014.
Menjelang 2019, Prabowo berhasil menyatukan keluarga Cendana. Merebak kabar mbak Titiek juga siap jadi ibu negara kalau Prabowo naik istana. Artinya, uang Cendana siap mendanai kampanye Prabowo. Ditambah uang keluarga Prabowo, cucu pendiri Bank BNI serta anak begawan ekonomi Sumitro yang jadi menteri berulang kali jaman orba. Hashim, adik Prabowo pun dikenal sebagai konglomerat elite yang ikut menjadi petinggi Gerindra.
Tidak cukup sampai di situ, Prabowo menggandeng Sandiaga Uno konglomerat elite generasi lebih muda sebagai cawapres. Lalu memberi hak kepada mitra partai koalisi untuk mengatur kampanye, asalkan membawa dana segar. PKS dan PAN menjawabnya dengan mantap lantaran juga punya backing modal raksasa. Sumber modal lain yang tak kalah raksasa, adalah para pengusaha dan kelompok usaha Multinasional, korban kebijakan Jokowi, dari Petral hingga Freeport yang bermain mata dengan Prabowo. Tak ketinggalan rente ekonomi korup ikut ambil bagian.
Maka terbayang akumulasi modal yang terkumpul. Sepertinya bisa membeli suara 3x orang Indonesia. Dengan kondisi luar biasa ini, mereka memasuki kancah pilpres 2019. Moral mereka ada di modal. Satu persatu mereka beli. Konsultan post true ala Brexit dan Trump dipanggil. Konsultan elite lokal macam RG, dan RR dicomot. Disertai membangun selain cyber army aktif, juga jejaring kerja dengan informal leader yang memiliki massa yang masif.
Sampai di sini, rasanya mustahil mereka bisa kalah. Apalagi, ini menjadi semacam pertaruhan terakhir Prabowo, dan keluarga Cendana serta nama besar Suharto. Kembali berkuasa atau hilang ditelan sejarah. Sehingga apapun akan mereka bayar dengan modal se raksasa itu. Mereka siap memasuki pertarungan bahkan kehadiran kubu SBY seakan tidak digubris lagi, dianggap cuma bermodal kecil mungkin. Semua dianggap sudah pada relnya, jargon merekapun sangat percaya diri, Indonesia menang.
Tak ada yang salah, mereka pun sudah berhitung, hanya saja, tak ada yang bisa melawan kehendak Tuhan. Celakanya, lawan Prabowo adalah Jokowi, orang pilihan yang modalnya di moral. Semua yang ia perbuat selalu punya landasan moral, bukan modal. Seberapapun modal tercurah, tak kan bisa mengalahkan moral. Ini sudah hukum semesta, diwahyukan oleh Sang Khalik.
Jokowi hanya orang biasa tapi ia dimuliakan dengan kekuatan cinta dan moral. Tukang kayu yang dirinya sendiri adalah kayu cendana, kayu harum yang maha kuat tak lekang dan retak hanya digempur oleh keluarga Cendana. Malaikat ada di bahu kanan Jokowi dan rakyat ada di bahu kirinya. Siap bahu membahu melawan kedurjanaan. Di pilpres 2019 ini, jadi ajang pembuktian, terberkatinya seorang Jokowi.
Orang baik modalnya di moral. Dan yang sebaliknya, adalah mereka yang moralnya di modal.
Richard Mandang
Dikirim dari Yahoo Mail untuk iPhone
__._,_.___
Posted by: Al Faqir Ilmi <alfaqirilmi@yahoo.com>
Reply via web post | • | Reply to sender | • | Reply to group | • | Start a New Topic | • | Messages in this topic (1) |
SPONSORED LINKS
.
__,_._,___
Tidak ada komentar:
Posting Komentar