Lingkungan hidup dalam visi dan misi para calon presiden dan wakilnya didasarkan pada filsafah yang dianut mereka, jadi kalau tidak cocok dengan pendapat pemilih, apakah ada alternatif sesuai dengan paham demokrasi, tidak ada alternatif terbaik, maka memilih atau tidak memilih adalah pertanyaannya.On Mon, Jan 28, 2019 at 7:34 PM Awind j.gedearka@upcmail.nl [GELORA45] <GELORA45@yahoogroups.com> wrote:
Jatam Kritik Visi Misi Lingkungan Hidup 2 Calon Presiden
Senin, 28 Januari 2019 14:49 WIBTEMPO.CO, Jakarta - Koordinator Jaringan Advokasi Tambang atau Jatam, Merah Johansyah mengkritik visi dan misi dua calon kandidat yang akan berlaga di pemilihan presiden atau Pilpres 2019, Jokowi - Ma'ruf Amin dan Prabowo Subianto - Sandiaga Uno, dalam bidang lingkungan hidup.
Baca juga: Ekonomi Adil dan Makmur, 5 Visi Misi Prabowo - Sandiaga
Menurut Merah, visi dan misi kedua paslon hanya bicara di tataran umum yang tidak spesifik menjanjikan penyelesaian terhadap berbagai kasus pengrusakan lingkungan. "Visi mereka tidak ada berubahnya. Mereka hanya bicara pertambangan liar. Padahal, pertambangan milik corporate besar ini juga sama menghancurkan dan merusak lingkungan," ujar Merah dalam sebuah acara diskusi di bilangan Gondangdia, Jakarta Pusat pada Senin, 28 Januari 2019.
Merah menyebut, visi misi yang 'normatif' itu, salah satunya dikarenakan banyak di antara pemilik perusahaan besar, termasuk perusahaan tambang dan batu bara, merupakan milik dari timses ataupun penyandang dana yang bercokol di belakang kedua paslon.
Merah mencontohkan, PT Kutai Energi milik Menko Kemaritiman Luhut Binsar Panjaitan yang sudah lama menjadi sorotan lembaganya. Dia menyebut perusahaan ini bertanggung jawab atas pencemaran dan pengrusakan lingkungan di Kalimantan Timur akibat operasi tambang perusahaan yang dekat dengan permukiman warga. Sementara Luhut merupakan bagian dari pemerintah saat ini dan berada di belakang tim pemenangan Jokowi - Ma'ruf.
"Jadi, percuma pemerintah datang ke konvensi internasional perubahan iklim, berkomitmen menurunkan emisi laju karbon, selama batu bara masih menjadi sumber utama dalam oligarki bisnis politik," ujar dia.
Baca juga: Komnas HAM: Visi Misi Pasangan Capres Belum Masukkan Isu HAM
Jatam juga menyoroti RPJMN 2014-2019 yang mematok jumlah 450 juta ton produksi batu bara. Sementara, saat ini jumlah produksi batu bara sudah lebih dari 500 juta ton. Dia mensinyalir hal tersebut terjadi karena konflik kepentingan tersebut.
"Jadi, kalau kita lihat apa ada masa depan lingkungan hidup Indonesia bersih dari energi kotor batu bara? Nampaknya masih jauh. Sebab, 229 anggota DPR semuanya berhubungan dengan bisnis besar seperti tambang dan batubara. Selain itu, pemiliknya juga sebagian besar menjadi penyandang dana yang bercokol di belakang dua kandidat," ujar Merah.
Posted by: Marco 45665 <comoprima45@gmail.com>
Reply via web post | • | Reply to sender | • | Reply to group | • | Start a New Topic | • | Messages in this topic (1) |
Tidak ada komentar:
Posting Komentar